Mati Rasa

Gadis manis berparas ayu itu menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur yang secar bebas di gelar di lantai di dalam ruangan berukuran 4 x 5, sebuah kos putri yang terletak disamping kampus. Kesehariannya sebagai mahasiswi dan aktifis cukup membuat kamar kosnya tersebut menjadi tempat ternyaman di kala penat datang meland.

Namanya Tiffany, gadis berusia 20 tahun yang saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu Universitas di Jakarta jurusan Hukum. Hidupnya tidak seperti mahasiswi pada umumnya, suka ngerumpi, jalan-jalan ke Mall, hangout ke tempat rekreasi untuk refreshin, ataupun nongkrong di cafe hingga larut malam. Hidupnya dia habisnya untuk menjadi seorang akademisi dan aktifis kampus. Seorang gadis tangguh yang tak pernah goyah untuk mengikuti tren masa kini.

Penampilannya selalu seperti itu, dimulai sejak dia menjadi mahasiswi sejak satu setengah tahun yang lalu. Rok hitam berbentu A dan kaos oblong lengan panjang serta jilbab instan selalu terlihat cocok untuknya. Wajahnya pun tidak di poles make up yang tebal seperti gadis-gadis pada umumnya. Hanya bedak baby tabur saja jadi andalannya.

Baginya, tidak penting tampil begitu palsu didepan orang lain. Toh pada akhirnya mereka akan berlalu pergi setelah topeng kita terbuka. Lebih baik tampil apa adanya, kalau mereka mau dekat silahkan. Kalau tidak, tak mengapa.

Tiffanny adalah gadis cuek. Meski dia selalu tampil sederhana, deretan pengagumnya tetap panjang. Entah apa yang gadis itu miliki. Mungkin karena tatapan manisnya yang menawan.

"Fan, nonton yukk" seru Rina sahabatnya di kelas.

"Aku ada latihan karate sehabis kuliah"

"Widdih, bolos aja deh"

"Enak aja, ngga mau akh"

"Ayolah sekali-kali Fan, di kelas kita hanya kamu yang tidak pernah injak bioskop"

"Biarin, aku ngga tertarik tuh, lagian tuh film yang kamu mau tonton juga bakal beredar, kan aku bisa nonton di laptop"

"Seru loh Fan. Sensasinya beda nonton dilaptop sama dibioskop"

"Bagiku sama aja. Kalau kamu mau pergi, pergi aja, ajak tuh si Nini dan Ismi, pasti mereka langsung jingkrak-jingkrak"

"Yah, Fanny ayolah. Aku kan mau bareng kamu"

"Ngga, aku ke toilet dulu" Tiffanny meninggalakan Rina yang kini menatapanya gusar.

Sehabis kuliah, Tiffany melanjutkan aktifitasnya yang lain yaitu latihan karate. Dia sangat menggemari olahraga ini. Katanya supaya bisa jaga diri.

Di ruang latihan sudah ada sang pelatih yang biasa disapa Yoyo, dan teman-temannya yang lain, termasuk salah satu fans beratnya, Arya dan Devan. Kedua laki-laki itu bersaing untum merebut hatinya. Namun, gadis itu tak pernah goyah untuk membuka hati. Dia tetap menutup rapat-rapat dan takkan membiarkan seorang pun masuk didalam dan mengobrak abrik konsentrasinya.

Di sela-selah latiahan, terlihag Devan menghampirinya dan menawarkan minuman untuknya.

"Terima kasih" kata Tiffany.

"Setelah ini mau makan malam bareng ngga?" Ajak Devan

"Ngga, aku capek" jawabnya singkat.

"Hmmm, apa aku terlalu jelek yah sampai-sampai kamu selalu nolah ajakan aku?"

Tiffany hanya mengangkat bahunya.

"Fan, seperti apa sih kriteria yang kamu mau, aku bisa kok jadi seperti yang kamu kamu" kata Devan yang kini menatap gadis di sampingnya itu. Sementara sang gadis hanya menatap kedepan.

"Kalau kau mau berubah demi aku, itu tandanya kamu tidak tulus"

"Kenapa?"

"Karena kamu berubah karena ada maunya. Lagian aku tidak suka sifat yang palsu"

Devan hanya terdiam dan tersenyum kecut. Entah apa yang ada dipikirannya tentang Gadis yanh sudah ditaksirnya sejak semester 1 itu.

"Atau kamu sudah punya calon?"

Tiffanny menggeleng "Ngga" katanya kemudian.

"Lantas? Apa kamu menyukai sesorang yang lain?"

"Tidak juga"

"Terus kamu?" Devan menautkan kedua alisnya.

"Kenapa? Kamu pikir aku lesbi? Haha ngaco kamu" Ujat Tiffanny sambil tertawa.

"Iya kirain hehe" kata Devan yang kini menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Nggalah. Aku rasa aku Normal, hanya saja sekarang, mungkin aku mati rasa"

"Mati rasa?"

"Iya. Mati rasa. Perasaan dimana sudah tidak ada keinginan untuk jatuh cinta"

Devan hanua terdiam menelaah baik-baik apa yang dikatakan oleh gadis pencuri hatinya itu.

0 Response to "Mati Rasa"

Posting Komentar