Lavender

Pagi itu cuaca agak kurang bersahabat. Awan gelap menghias angkasa. Itu tandanya kegiatan rutin dihari senin mungkin saja tidak akan dilaksanakan. Tapi biarpun begitu aku tetap harus buru-buru ke sekolah sebelum air suci dari langit jatuh dan membasahi seragam putih abu-abu yang ku kenakan.

Akupun mulai mengayuh sepeda ontel milik ayah. Sepeda yang sudah hampir berusia setengah dari usiaku. Namun masih terlihat baru sebab ayah selalu merawatnya dengan baik.

Disepanjang jalan, aku bersiul dan mendendangkan sebuah lagu favorite. Hal itu kulakukan agar jarak rumah dan sekolah yanh kira-kira sekilo tidak terlalu jauh terasa.

Tepat didepan sekolah aku menghentikan sepeda ontelku, sebab tepat didepan gerbang, sebuah mobil mewah sedang berhenti. Aku celingak celinguk kearah pintu mobil, seakan menanti siapa yang hendak turun dari mobil mewah itu.

Tak berselang detik, sosok itu pun turun. Hatiku serasa berhenti berdetak saat itu juga. Aku diam membeku ditempatku. Mataku tak bisa berpaling dari sosok menawan dihadapanku hingga mobil mewah itu menghilang dipelupuk mata.

"Hei kamu, masuk cepat. Gerbang sudah mau ditutup" Pak satpam meneriakiku yang seolah kini hilang kesadaran.

"Eh iya pak" aku turun dari sepeda itu dan mendorongnya masuk ke dalam halaman sekolah.

Kuparkir benda kesayangan ayah tersebut dibawah sebuah pohon cemara. Kemudian berjalan menuju kelas yang berada tepat disamping ruang guru.

Betul dugaanku, hari ini upacara tidak dilaksanakan karena mendung. Jadi, sebagai gantinya semua siswa diminta untuk membersihkan depan kelas masing-masing untuk mengisi waktu 30 menit yang kosong tersebut.

Akupun langsung bergabung dengan teman-teman yang sudah melingkar mencabuti rumput-rumput kecil yang ada di depan kelas.

"Andra, tumben kamu terlambat. Biasanya kamu yang selalu lebih dulu datang" tegur Bagus, ketua kelasku.

"Aku ada kerjaan tadi pagi gus, jadi agak telat"
Jawabku sambil mencabuti rumput dihadapanku yang entah sejak kapan dia tumbuh subur disana.

"Halah, bilang aja kalau kamu sudah tebak bahwa kita tidak akan upacara  karena mendung jadi kamu sengaja telat kan haha" seru Bagus diiring gelak tawanya yang menggelegar.

"Haha yah kayaknya sih gitu" jawabku seadanya.

Ditengah aktifitas kami, bu Lita datang dan menyerukan kepada kita semua untuk mencuci tangan dan masuk ke kelas. Nampak di belakang Bu Lita, sosok yang aku lihat digerbang sekolah tadi.

"Dia" desisku.

"Siapa?" Bagus menyikutku.

"Akh tidak, ayo cuci tangan" akupun bergegas mencuci tangan tak sabar untuk melihat sosok itu lagi yang penuh pesona.

Kini aku sudah duduk dibangku paling depan, bangku favoritku. Dan didepan kami semua sudah berduri bu Lita dan sosok manis disampingnya. Aku tak bisa begeming menatapnya. Nampak dia memandang sekeliling kelas dengan senyuman tipisnya. Mungkin dia sedang mencari teman yang dia kenali, atau mungkin dia sedang mencari calon teman akrab, dan aku berharap dia memilihku.

Kini matanya berhenti tepat pada diriku. Sekarang aku mengalihkan pandanganku. Aku begitu malu untuk memandangnya. Mungkin wajahku sekarang sudah memerah. Akh aku mengutuk diriku sendiri, mengapa tidak kupandangi saja dia.

"Baik anak-anak" Bu Lita kini membuka suara. "Hari ini kalian memiliki teman baru. Ayo perkenalkan dirimu"

"Halo, perkenalkan namaku Lala Vernita Deriasyah, kalian bisa memanggiki Lavender" katanya sambil memperlihatkan gigi putihnya.

"Wah namanya unik" kataku dalam hati.

"Boleh aku bertanya?" Bagus, sang ketua kelas kini mengacungkan tangan.

"Silahkan" katanya ramah.

"Mengapa namamu lavender? Apa karena kamu cantik?" Semua teman-teman tertawa bersamaan.

"Hati-hati loh lavender, dia itu kadal" seru Nathan.

"Nah kamu buaya" balas Bagus.

Lavender hanya tersenyum melihat tingkah kedua laki-laki ingusan itu.

"Jawab dong Lavender" kata Bagus lagi.

"Orang tuaku memanggilku lavender sebab mereka ini aku harum semerbak bunga lavender dan bisa membuat semua orang nyaman jika berada disampingku" katanya dengan raut wajah yang tenang.

Aku tersenyum mendengar penuturan gadis yang kini sudah masuk kedalam hatiku secara tiba-tiba.

"Oke Lavender, kamu duduk disana" bu Lita mempersilahkan gadis itu duduk dibangku kosong paling belakang. Diapun melangkah melewatiku. Entah mengapa aku merasa kegeeran kalau dia sedang memandangku dari sudut matanya. Akh padahal Lavender hanya berjalan lurus saja tanpa melirik sakalipun.

Sejak hari itu, aku mulai merasa bahwa jatuh cinta pada pandangan pertama memang terbukti bisa terjadi. Aku merasakannya. Namun, mungkin Lavenderku tidak merasakannya. Entahlah, biar waktu yang menjawab.

0 Response to "Lavender"

Posting Komentar