Gadis Perindu Senja





“Apa hal yang paling kamu sukai?” tanyaku pada Zet.
“Senja”
“Mengapa?”
“Karena dengan melihat senja, aku punya harapan”.
Aku tak mencerna dengan baik perkataan gadis dihadapanku. Namanya Zet, gadis belia berusia delapan belas tahun. Aku bertemu dengannya sebulan yang lalu di sebuah daerah ketika aku sedang melakukan penelitian.
Kami tidak terlalu dekat, namun dia menarik dimataku. Wajahnya tak berparas ayu, biasa-biasa saja. Gaya berpakaianya tak modis bak gadis-gadis metropolitan, sangat sederhana. Cara bicaranya pun biasa-biasa saja, tak begitu lembut. Namun, dia menarik!

Hari ini kutemui dia disebuah pematang sawah. Dia duduk sambil berjongkok disana. Sambil memegang sebuah batang kayu lapuk yang  mulai terkelupas. Nampak, dia mencungkil lumpur-lumpur dibawah sana, sehingga siput-siput kecil mendongak menatapnya.
“Ngapain kamu disini Zet?”
“Menunggu senja”
“Senja?”
“Iya”
Aku sadar bahwa jam telah menunjukkan pukul 16.30. Mungkin Zet sengaja datang lebih awal agar dia bisa menikmati senja seutuhnya. Namun, Sepertinya matahari masih lama untuk kembali ke peraduannya. Mungkin, gadis itu tidak memiliki kegiatan sama sekali, jadi dia menghabiskan waktu dipinggiran pematang sawah ini hanya sekedar duduk menjongkok dan mencungkil-cungkil lumpur disawah.
“Bolehkah aku menemanimu menunggu senja?”
“Boleh” katanya sambil tersenyum, memperlihatkan lesung pipi yang menyembul keluar di kedua pipinya. Sangat manis!
“Sejak kapan kamu suka menunggu senja?”
“Sudah lama” katanya yang kini duduk diatas rumput di pematang sawah. Aku melakukan hal yang sama. Duduk diatas rumput, tanpa beralaskan apa-apa.
“Apakah kamu datang kesini setiap hari?”
“Tidak juga, biasanya saya duduk di atas bukit sana” dia menunjuk tempat yang dia maksud.
Aku hanya mengangguk-angguk mendengar jawabannya.
Setelah sejam berlalu, kini syahdunya aura senja terlihat. Langit yang dipenuhi temaram jingga di ufuk barat dan sedikit awan yang menggantung bersatu dalam bentang cakrawala yang maha sempurna. Senja mulai mengintip malu. Warna-warni langit senja membuat siapapun yang menikmatinya terpana. Termasuk diriku. Ini kali pertama aku menikmati senja. Sedari dulu, aku hanya mendengar dari orang-orang saja dan membiarkannya berlalu tanpa melukiskan kesan apa-apa. Namun, sekarang aku tahu bahwa menikmati senja betul-betul merupakan seni yang melukiskan sebuah keindahan yang abadi.
“Itu kan yang kamu mau lihat Zet” ujarku padanya.
Dia terdiam. Dia memandangi senja begitu dalam. Bola matanya yang jernih diam ditempatnya tak bergerak.
“Mengapa dia diam?” batinku. Namun, aku tak mau mengusiknya. Kubiarkan dia berlabuh dalam raganya yang begitu menikmati karya besar sang pencipta.
“Aku merindukannya” katanya tiba-tiba.
Aku hanya diam. Menunggu lanjutan dari kalimatnya.
“Aku merindukannya” katanya lagi.
“Aku selalu menunggunya dikala senja datang, seperti janjinya padaku. Ini adalah senja yang kesekian, namun dia tak kunjung datang. Ada apa dengannya. Apakah baginya janji hanya ucapan kiasan belaka? Apakah dia menganggap senja yang kutemui dalam hitungan hari hanya bualanku semata?”
Baru kali ini aku mendengar serentetan kata dari bibir mungilnya. Aku terpana. Rupanya bukan senja yang dia sukai, namun orang yang menjanjikan bertemu dengannya dikala senja. Aku tak mau menanyakan perihal siapa yang dia maksud. Buliran bening Kristal yang lolos dari ujung mata sendunya berhasil membuatku terdiam dan ikut terharu.
“Kamu harus sabar. Mungkin Dia masih menyusun rencana pertemuanmu dengannya disenja-senja berikutnya yang lebih indah. Bukankah pertemuan yang begitu lama akan menorehkan kesan yang bermakna. Mungkin itu yang sudah dia rencanakan”
Zet berpaling padaku dan memandangku lekat. Kini, wajahnya yang tadi ceria begitu suram. “Ataukah kamu dikirim sebagai pengganti senjaku yang hilang” katanya dengan suara yang hampir tak terdengar.
Aku tersenyum “Bukan. Aku bukan penggantinya. Aku adalah sosok yang lain yang akan menciptakan senja yang lebih indah untukmu”
Dia menatapku hampa. Entah apa yang tengah menari-nari dipikirannya dan senja tenggelam di ufuk barat mengakhiri pertemuanku dengannya.

0 Response to "Gadis Perindu Senja"

Posting Komentar