Seteguk Damai di Cangkir Kopi
Hitam kelabu terlukis di awan. Kicauan burung kembali keperaduannya. Riuh angin di pohon cemara. Menandakan hujan akan turun memberikan secercah harapan bagi makhluk bumi. Jean, seorang pemuda berkacamata, bergegas meninggalkan tempat duduknya, di sebuah bangku kayu jati disudut teras kos-kosannya. Dia menutup laptop dan membawa secangkir kopi pahit yang selalu setia menemaninya menyelesaikan setumpuk pekerjaan yang kadang menumbuhkan penat.
Baginya, didalam hidup ini tidak ada yang istimewa selain berkutat dengan pekerjaanya sebagai penulis. Dia merangkai kata demi kata untuk menyatukannya menjadi paragraf dimana jika orang-orang membacanya mereka akan terinspirasi. Itulah harapan pemuda yang kini telah menginjak kepala tiga itu.
Dia menghabiskan waktunya didepan laptop membaca karya orang lain dan menjadikan itu semua sebagai inspirasi baginya. Tak ada waktu lain untuk melakukan hal yang menurutnya tidak terlalu penting, termasuk cinta. Yah, di hatinya sudah tidak ada cinta lagi. Setelah hatinya terkhianati, dia menutup diri dan tidak membuka hati untuk siapapun bagi siapapun hingga saat ini. Kini, tak ada teman terbaik baginya selain secangkir kopi pahit. Disaat dia lelah dan butuh semangat, seteguk kopi bisa membuatnya kembali bersemangat. Disaat dia bermalas-malasan untuk memulai tulisannya, kopi lah yang menjadi penyubur ide cemerlangnya untuk memulainya kembali. Disaat sedih melanda jiwanya, kopi pahitlah yang menjadi pelipur laranya.
“Hei bro, nulis mulu” ujar salah satu teman sekosnya yang tiba-tiba muncul dibalik pintu kamarnya.
“Eh Mas, masuk dulu. Ayo ngopi”
“Hahah saya tidak suka kopi”
“Kenapa?” tanyanya pada teman yang bernama Maskoro itu.
“Pahit”
“Justru pahitnya kopi adalah seni?”
“Lah, seni apanya?”
“Seni yang mengajarkan kita bahwa di hidup ini tidak semua yang kita mau berjalan dengan mulus, kadang kita bisa merasakan pahit getirnya kehidupan. Namun, itu hanya sementara sebab, semuanya akan kembali seperti semula, justru setelah rasa pahit yang kita alami, biasanya ada manis yang datang menghampiri. Sama halnya dengan kopi, memang pahit. Tapi dicecap berkali, maka pahitnya akan hilang berubah menjadi suatu kenikmatan yang hakiki”
“Wah, kamu betul-betul penikmat kopi, bro sampai-sampai kamu tahu betul apa filosofi dari kopi itu sendiri”
“Iya dong. Kopi sudah jadi kekasihku”
“haha, jadi, sekarang kopi lebih menawan daripada seorang wanita?”
“Iya, jika kau memintaku memilih antara kopi dan wanita, maka yang kupilih adalah kopi”
“Haha, jika dihadapmu ada kopi dan Maharani, siapa yang kamu pilih?” Maskoro menggoda Jean.
Laki-laki itu terdiam sejenak, menatap layar laptop dihadapannya. Dia enggan menjawab pertanya Maskoro barusan. Ada getir aneh didadanya ketika temannya itu menyebut nama perempuan itu. Perempuan yang telah tergantikan posisinya oleh secangkir kopi pahit.
“Haha sepertinya mau pilih Maharani” goda Maskoro lagi.
“Akh, ngga, aku tetap pilih kopi?”
“Yakin?”
“Iya, buat apa aku memilih dia yang telah berkhianat. Lebih baik aku memilik kopi yang selalu setia menemaniku dalam penat”
“Hahah, iya deh, kali ini Maharani kalah dari secangkir kopi pahit”
Bagi orang lain, hidupnya hampa..Yah mungkin iya, Tanpa cinta, tanpa Maharani, kekasihnya dahulu. Namun baginya, hidupnya sekarang lebih bahagia daripada yang dulu. Meski jauh dari tanah rantau, namun dengan hadirnya secangkir kopi pahit bisa menumbuhkan kedamaian yang hakiki didalam dirinya. Meski tak lagi mengenal cinta, namun hadirnya secangkir kopi pahit membuatnya bisa merasakan arti mencintai dari sebuah kesetiaan.
0 Response to "Seteguk Damai di Cangkir Kopi"
Posting Komentar