Gadis Hujanku

Hujan mulai membasahi bumi pertiwi. Semua makhluk yang ada dimuka bumi yang tadinya sibuk melakukan aktifitas di luar ruangan kini berhamburan masuk. Termasuk siswa-siswa di SMA pertiwi. Saat itu, kelas X-1 sedang melaksanakan permainan basket dilapangan sekolah, namun karena air suci membasahi bumi, mau tidak mau mereka harus menghentikan aktifitasnya. Para siswa diperbolehkan untuk kembali ke kelas. Namun, ada satu hal yang berbeda. Sosok itu masih tinggal di sana, ditengah lapangan basket sambil melompat-lompat dibawah derasnya air hujan. Aku yang kini duduk diteras kelas memandanginya dari jarak 10 meter. Kebetulan kelasku dan lapangan basket berhadapan. Alisku berkerut dan bertanya dalam hati “Mengapa gadis itu masih disitu? Apa dia suka main hujan-hujanan, akh gadis hujan”. Aku tak menyadari bahwa seulas senyum terlukis indah dibibirku ketika memandanginya.

“Cal, ngapain disini, ke kantin yuk” Abdi, sahabatku tiba-tiba mengagetkanku.

“Nanti aja deh kan masih hujan”

“wallah, kan hujannya bisa kita terobos, ayo lapar nih”

 “Akh kamu ini, merusak suasana aja” jawabku sambil berdiri dan dengan berat hati meninggalkan tempat itu. Sebenarnya aku masih ingin menatap sosok itu lebih lama. Namun, aku kira memang untuk hari ini, aku harus mengurungkan niat demi sahabatku yang bertubuh gempal ini, Abdi.

 Di kantin sekolah, rupanya sudah ramai. Ada beberapa siswa-siswi berdatangan untuk berbelanja makanan ringan. Mereka tak peduli huja deras yang kini mengintai. Beberapa diantaranya menyantap bakwan dan mie rebus buatan ibu kantin. Memang, disaat hujan begini, yang enak masuk ditenggorokan adalah makanan yang hangat dan pedas. Konon katanya untuk menetralisir suhu badan yang dingin. Beberapa lagi diantaranya hanya membeli beberapa potong makanan ringan, kemudian berlalu pergi, kembali ke kelas mereka. Aku dan Abdi memesan makanan yang serupa dengan mereka. Kemudian memilih bangku kantin yang masih kosong sembari menanti makanan pesanan kami dihidangkan.

“Kalian kok disini, kamu ngga belajar?” Tanya Wisnu, siswa kelas sebelah yang mengenakan setelah baju olahraga.

“Ibu Dewi tidak masuk, Nu. Kata kepala sekolah, beliau melahirkan”

“Oh, jadi sebentar dikelasku juga ngga belajar dong, wets assik” kata laki-laki yang berpostur tinggi itu.

“Ya ellah kalau ngga belajar kamu seneng” kata Abdi.

“Lah, memangnya kamu ngga?”

 “Ngga lah, aku sedih tadi” kata Abdi

“Hueek, terus ngapain kamu disini, kalau kamu sedih pasti kamu tetap di kelas, buka buku, belajar”

“Tadinya aku membaca buku tapi kan aku lapar yah aku ajak Ical ke sini, iya kan Cal?” kata Abdi tak mau kalah sambil menyikutku. Aku hanya berdehem menjawab ocehannya.

Disela-sela pembicaraan kami, suara cempreng terdengar menggema diruangan kantin itu.

“Ibu, aku pesan mie rebus rasa soto satu yah, pake telor”

Aku tidak berbalik. Hanya memandang ke depan. Kebetulan, tepat dihadapanku ada pohon papaya yang pendek namun buahnya banyak, aku fokus memandangi pohon itu. Hanya Wisnu yang menyapa pemilik suara itu

“Kok pakaianmu basah Nan?” Tanya Wisnu.

 “Eh, kak Wisnu hehe kan hujan kak” suara itu terdengar sangat mengganggu telingaku.

“Eh wisnu, dia siapa?” Tanya Abdi. Aku masih dia diam ditempatku. Tak bergeming.

“Nania, kelas sebelah, yang anak taekwondo”

“Oh dia, yang ikut olimpiade matematika kemarin kan?”

 “Iya bro, betul banget. Dia cerdas loh, cantik pula hihi” bisik wisnu.

Kini makanan kami sudah ada didepan mata, aku pun mulai menuangkan bumbu kedalam mie rebus yang terlihat sangat menggoda itu.

“Makan dulu, nanti cerita tentang anak gadis orang katanya lapar” kataku pada keduanya.

“Eh, iya ayo bro makan” kata Abdi yang lekas menyantap mie rebusnya tanpa memberi bumbu apa-apa."Loh kok hambar?"

"Kamu ngga kasih bumbu hahah" Sejaenak kami bertiga tertawa melihat tingkah Abdi.

Kami menikmati mie rebus yang sangat menyentuh lidah. Memang sih, mie rebus buatan ibu kantin sangat enak, tiada tandingannya.

“Eh kak, aku duduk disini yah, malu sama kakak di sana”

Tiba-tiba gadis bersuara cempreng itu duduk dihadapanku. Mie yang tadinya kukunyah baik-baik kini hanya tinggal bergelantungan dimulutku. Abdi dan Wisnu memandangiku.

“Kamu kenapa Cal, baru liat gadis semanis Nania yah?” kata Abdi menggodaku.
 Akupun mengunyah kembali mie dimulutku dengan penuh rasa malu. Wajahku kini telah memerah. Aku menunduk tidak menatapa mereka sama sekali. Mereka menertawaiku sepuasnya, aku tak peduli. Aku hanya fokus pada mire rebus dihdapanku dan mencoba untuk mengatur derus nafas didadaku yang kini membuncah.

 “Eh, maaf kak, mengagetkan yah” katanya padaku, sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya.

“Ngga apa-apa” kataku menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal.

Kami melanjutkan makanan kami dalam sunyi senyap. Seolah yang ada diruangan itu hanya ada diri kami masing-masing dan mie rebus dihadapan kami. Sesekali aku melirik gadis yang duduk dihadapanku itu. Gadis hujanku. Aku ingin menyapanya namun aku malu, sebab ada Abdi dan Wisnu. Akh nanti saja.

Setelah seminggu berlalu, aku mulai mengenal namanya. Dia Nania, gadis bertubuh mungil, salah satu siswa di kelas X-5. Dia adalah sosok yang periang, cerdas, anggota taekwondo, dan anggota OSIS. Hanya sekedar itu yang aku tahu tentangnya. Kami sering berpapasan, dan senyuman selalu menyertai pertemuan kami. Aku ingin bercerita panjang lebar dnegannya. Namun, selalu aku urungkan. Aku menyadari bahwa semakin hari, ada sati rasa yang mulai menyelinap dihatiku. Mungkin suatu hari aku diberi kesempatan untuk berbicara dengannya.

Setahun berlalu, aku berhasil lulus dan melanjutkan studiku di Jogja. Aku menjadi seorang perantau meninggalkan kota kelahiran, Makassar untuk menimang ilmu, demi meraih cita-citaku untuk menjadi seorang dokter. Dan rasa syukur yang tak terhingga, aku berhasil diterima di salah satu Universitas ternama di Jogja. Kini aku sibuk dan fokus pada tugasku sebagai mahasiswa. Tanpa ada cinta, tanpa ada foya-foya. Yang ada dikepalaku adalah bagaiamana caranya agar aku dapat membanggakan orang-orang yang kucintai, termasuk Nania, gadis hujanku, meski setelah kepergianku, dia tak pernah tahu perihal rasa yang kumiliki untuknya.

Dua tahun berlalu didunia kampus, hari-hariku sunggu kunikmati, meski sepi tanpa cinta. Namun, suatu hari, di Taman kampus, sosok itu muncul kembali. Gadis muda dengan balutan long dress navy dan jilbab pink menutupi kepalanya sedang duduk disana. Aku mengenalnya. Iya, sungguh aku mengenalnya. Meski kini sudah beralalu dua tahun, namun aku yakin aku tidak akan salah orang.

“Nania”

“Eh, Kak Ical” dia berdiri dan tersenyum. Ada binar kebahagiaan dimatanya saat aku menyapanya. Entah karena apa.

 “Kamu kuliah disini?”

 “Iya kak, aku mahasiswa baru disini” katanya yang tetap tersenyum. Kini, dia terlihat lebih dewasa dan anggun.

 “Oh rupanya kita sekampus. Wah, jangan-jangan kamu sengaja kuliah disini, supaya kita ketemu terus haha” kataku sambil tersenyum dibarengi dengan candaan. Entah mengapa aku merasa sangat bahagia melihat gadis dihadapanku itu.

 “Iya kak, aku kuliah disini karena kak Ical” katanya mengentikan kalimatnya. Jantungku kini seolah berhenti berdetak mendengar penuturannya. Yang kulakukan hanya diam  menunggu kalimat berikutnya yang sepertinya akan keluar dari bibirnya.

“Aku mencari tahu semua tentang kak Ical pada Abdi. Maafkan aku kak” katanya sambil tertunduk.

“Mengapa kamu mencari tahu tentangku?”

“Karena orang yang bersangkutan tidak pernah mau memberiku kabar”

“Lah, memang kita pernah saling berkabar?” Tanyaku padanya.

 “Ngga sih. Akh sudahlah, yang jelas, kita sekampus, boleh dong aku bertanya banyak hal ke kak Ical?” tanyanya kemudian.

 “Boleh, asal ada satu syarat”

“Apa itu?”

 “Menikahlah denganku” aku tak sadar mengapa pernyataan itu tiba-tiba keluar dari mulutku.

“Hah?!!” matanya membulat mendengar pernyataanku.

“Kamu mau?”

“Hah? Emmm”

 Dia hanya tersenyum sambil tertunduk malu. Ini adalah salah satu hal yang membuatku sangat bahagia. Disaat aku tak tahu bahwa sosok yang kukagumi ternyata diam-diam menaruh rasa yang sama denganku. Bukan karena kegeeran, namun memang sorot matanya lah yang membuktikan itu. Nania, Gadis hujanku.

0 Response to "Gadis Hujanku"

Posting Komentar